BLUNDER TERBESAR DALAM SEJARAH AHOK BERPOLITIK
Sejak awal memang terus terang saja, saya sangat respect dengan apa yang sudah dicapai ahok aka basuki tjahya purnama yang mampu mengobrak abrik “budaya” para politisi bermain dengan wewenangnya. Sebut saja beberapa nama yang tercatut, dengan keberaniannya ahok membuka kasus secara terang-terangan para politik praktis yang main mark-up budget di bidang pendidikan. Bukan hanya itu saja, bukan cuman para pemain yang tertangkap basah, tapi para pemberi wewenang dan yang ikut terciprat dana segarnya ikut terseret kedalam jeruji besi. Dalam hati, saya rasa kita telah menemukan orang yang tepat untuk tampol para politisi nakal.
Lihat Juga : Dear Ernest Prakasa, "You Have No Idea"
Beberapa gebrakan yang digembor-gemborkan bahkan menjadi latah politik dengan munculnya video ahok marah-marah saat rapat menjadi ramai diperbincangkan, dan saya berujar pada diri sendiri bahwa Jakarta telah menemukan pemimpin yang tepat. Tegas, Trasnparan, dan Jujur. Dari sini saya mulai menyukai tren budaya politik kita yang baru dengan datangnya basuki di dunia politik Indonesia. Kita sebut saja Ibu Risma yang mulai berani teriak-teriak minta diberesi taman yang di injak-injak, atau hal sepele yang ganjar pramono permasalahkan teriak-teriak minta diperhatikan juga. Hehe. Saya sekali lagi kagum dengan perilaku yang tak mudah digiring dan tegas, garang tentu saja membuat semua bawahannya tertunduk takut berbuat curang. Apresiasi besar dengan adanya harapan baru untuk kita bahwa ada semacam nafas segar pada politik Indonesia salah satunya dimana minoritas mampu memimpin. Itu artinya bagi saya, bahwa setiap orang pasti bisa menjadi apa yang mereka inginkan tanpa memandang dari latar belakang yang mereka miliki.
TREN BARU BUDAYA BERPOLITIK
Saya mulai memahami setelah beberapa tahun akhirnya muncul pro kontra dalam kampanye yang disuguhkan jokowi ketika melaju di pemilu presiden kala itu. Yang mengganjal dipikiran saya kala itu adalah jokowi salah menyebut doa sapu jagat dan saya berusaha berpikir positif bahwa kuping saya yang salah. Tapi ternyata bukan kuping saya saja yang merasa ucapan jokowi salah. Maka pemikiran saya berubah dan mulai berpikir apa iya kita akan dipimpin dengan pemimpin yang sangat minim ilmu ini. sama saja dengan "ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh". Bahkan cara mengucapkannya seperti orang yang baru menghapalnya dalam waktu kilat, terbata bata butuh ditatih.
Mari kita tak berbicara soal bagaimana jokowi berdoa sapu jagat. Namun bagaimana media berjuang keras untuk membentuk sosok presiden pilihan yang sempurna itu. Saya telah mengamati beberapa artikel yang hampir satu cara ketika bagaimana ahok mencoba membangun image nya dengan media, sama seperti bagaimana media memuja jokowi.
Muncul disetiap minggunya pemerintah Jakarta mengupload melalui situs youtube tentang hasil rapat atau beberapa kegiatan yang dilakukan pemerintah Jakarta serta kebijakan yang dibangun oleh ahok soal Jakarta yang bersih dan transparan. Tentu kali ini saya setuju sekali dengan apa yang di harapkan ahok. Semua laporan dipublikasikan dengan system online, kebijakan birokrasi satu pintu, serta transportasi umum seperti bus trans yang dimaksimalkan. Semua soal bagaimana menjadi pihak masyarakat menjadi baik, saya telah melihat ahok dengan tegas membabi buta copot pegawai kanan kiri tak pandang bulu, siapa main siap cabut. Politik yang disuguhkan ahok sungguh menjadi idaman para penonton. Sangat manis.
Dari sinilah memulai karirnya sebagai politisi menemukan puncaknya. Sebagai anak dari masyarakat yang mencoba menjadi wakil dari rakyatnya. Dengan image yang disuguhkan tentu telah memenangkan hati masyarakat karena caranya yang berbeda dan berharap adanya perubahan yang mampu membawa Jakarta menjadi lebih baik. Dengan cara yang berbeda ini pula politik mulai bergairah dengan datangnya pemimpin yang mampu mencapai harapan rakyatnya.
KRISIS KEPERCAYAAN
Kali ini, saya terus terang telah dengan jujur jatuh cinta dengan cara bagaimana ahok membangun karakternya yang garang dalam memimpin. Saya pikir kita butuh ketegasan dengan orang orang kolot gila harta. Cara pandang saya dengan bagaiamana seorang pemimpin mampu mengarahkan anak buahnya untuk tetap dikursinya dan mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan. Saya menjadi terbuai dengan keinginan ahok untuk memimpin lebih lama lagi.
Saya yakin bukan hanya saya saja yang setuju dengan kekaguman yang ada. Mungkin karena kita yang sudah lelah dengan gaya-gaya politisi yang merasa paling pintar dan mampu memimpin, tapi kita tau jawaban yang disuguhkan para politisi hanya membuat mereka seperti badut tv. Atau mungkin kita lelah dengan buaian para politisi dari kader-kader mengatasnamakan suku, ras, agama, namun ketika diberi cobaan sebagai pemimpin, watak aslinya muncul kepermukaan. Mulai kalap dan berada pada titik kebutaan akut dengan wewenangnya.
Saya yakin, banyak yang merasa bahwa ahok adalah harapan baru untuk Jakarta yang lebih baik.
BLUNDER!
Kalimat yang sering terucap ketika pemain memasukan bola ke gawangnya sendiri. Secara sederhana hampir mirip dengan bunuh diri jika kita berbicara tentang bola. Contoh saja kita ingin menggiring bola namun pada akhirnya membuat “blunder” dan memberikan keunggulan bagi lawan. Begitulah yang saya deskripsikan pada apa yang didapati ahok kali ini.
Saya tersentak ketika membaca artikel tentang “Ahok : Dibohongin pakai surat Al Maidah ayat 51”. Coba kalo kita balik, apakah tidak mungkin kaum yang dikatakan bodoh tidak tersinggung? Saya mungkin saja bisa memaklumi ahok yang memiliki sosok tegas dan bisa saja mengeluarkan kalimat demikian secara spontan. Tapi hal ini lain ceritanya, menurut saya, ahok telah terpancing emosinya karena isu yang telah mengganggu di telinganya, tentu surat itu telah membuat ahok memutar otaknya. Surat al maidah seperti bentuk penolakan dan hal yang membutakan mayoritas masyarakat di mata ahok. Terucaplah kalimat “blunder” di dalam pidato nya di pulau seribu.
Saya mengutip kalimat Ustadz Aa Gym ketika ia menjadi tamu di acara hitam putih, bahwa surah itu menjelaskan jika kita memilih orang yang tidak se iman,maka mereka tidak akan tahu mengapa iman kita seperti itu, mereka tidak akan mengerti, karena mereka saja tidak percaya pada iman kita,pada Tuhan kita, bagaimana mereka akan mengerti mengapa kita beriman pada Tuhan kita. Kalimat ini bener – bener menggunggah diri saya. Terus terang, saya pribadi saja tidak hafal, bahkan tidak tau jika surat itu benar menganjurkan untuk tidak memilih pemimpin yang bukan se-agama.
Dengan ketidak tahuan “pentingnya” dalam iman kita, mereka tidak akan tahu tentang betapa pentingnya bangunan masjid yang menjadikan tempat melaksanakan kewajiban kita. Sama halnya dengan gereja, bagaimana jika gereja sedang direnovasi pemerintah? Bagaimana mereka melaksanakan kewajiban mereka? Isu inilah yang menjadi pekerjaan rumah pemimpin kita kelak yang tak mampu dipecahkan seorang ahok. Bagaimana bisa beberapa bangunan masjid terbengkalai dengan alasan renovasi. Diratakanlah masjid dengan alasan akan dipindahkan serta menjadikan lahan tersebut taman kota. Berkat ucapan ahoklah saya sadar, bahwa alasan seperti itulah surat al maidah diturunkan. Tentu saja, dengan memilih pemimpin yang se-iman, kita akan diberikan kemudahan – kemudahan dalam beribadah dan saling ber-iringan dengan kebijakan – kebijakan pemerintah.
Kita tidak berbicara bagaimana pemimpin yang se-iman ini berpolitik kelak, bagi saya pribadi, itu berbeda cerita. Perkara mereka akan mengeruk keuntungan bagi dirinya sendiri dan merugikan Negara kita, itu sekali lagi lain cerita. Bahkan, Al quran pun telah mewariskan surat tentang bagaimana pemimpin pemimpin kelak mempertanggung jawabkan keputusan yang mereka buat di dunia. Bagi saya, kalimat bodoh yang muncul dari mulut ahok adalah betuk cerminan politik yang melewati batasnya. Artikel ini bukan juga sebagai bentuk kampanye hitam untuk memudahkan langkah mas agus atau om anies baswedan. Hehe. Tentu saja, artikel ini tidak terlalu berpengaruh besar. Ini hanya sekedar opini kecil saya yang sedang merasa tergugah ketika mengikuti politik tanah air. Salam.
Comments