Dua Garis Biru : Kontroversi dan Bagaimana Seharusnya Beradu Akting



Dua Garis Biru (2019)
PNG 13+
Runtime : 1h 53min
Genre : Drama, Family
Release date : 11 July 2019 (Indonesia)
Director: Ginatri S. Noer
Writer: Ginatri S. Noer
Stars: Adhisty Zara, Angga Yunanda, Cut Mini Theo

 Sinopsis
Dara dan Bima adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara di SMA, dimana mereka menikmata masa masa jatuh cinta dan tanpa disadari mereka melewati batasnya dengan mencoba melakukan tindakan diluar pernikahan dan ada konsekuensi yang akan mereka hadapi selanjutnya.
 



 Komentar
Dua Garis Biru, baru release trailernya aja udah ada yang bokiot, bahkan ada yang sampai bikin petisi untuk diturunkan. Dalam boikot tersebut, pesan yang sampai pada masyarakat adalah mengajarkan kita untuk gaya hidup "free sex" atau lebih cenderung mengajak orang untuk melakukan hubungan sex sebelum menikah. Kontroversi ini berlanjut ketika dalam petisi tersebut menjadi dua kubu yang saling bersebrangan kesepahaman. Antara orang yang tidak terima dengan film ajakan maksiat, dengan orang yang memandang bahwa ini adalah bentuk edukasi masyarakat.

Pada kesempatan ini, saya justru penasaran. Bagaimana film ini menceritakan konstroversi ini, sebuah cerita yang tabu untuk dibicarakan. Mungkin bisa dikatakan, malu untuk diungkapkan.

Dara, adalah wanita yang imut, sebagaimana cewe kenalan sma yang cantik, a sunshine. Dengan karakternya menggambarkan sebagaimana anak sma yang sedang digandrungi oleh remaja tanggung yang sedang mengenal cinta.

Kelebihan dari film ini satu, chemistry antara satu aktor dan lainnya itu super duper real dan perfect. Saya bisa katakan bahwa itulah seharusnya dan sebagaimana aktor beradu akting dengan lainnya. Plot plot dan latar belakang yang sempurna menggambarkan tiap tiap karakter dengan halus dan terlihat sangat natural. Saya rasa, akting mereka sangat natural sekali. Interaksi antar tokoh terjadi sebagaimana percakapan-percakapan pada umumnya, tidak baku, dan mudah dicerna meskipun kadang agak cringe. Tapi untuk saya, masih sangat bisa dinikmati.

Harus saya ucapkan pujian untuk casting director atau siapapun yang berpengaruh besar dalam merekrut pemain dalam film ini. Semua pas pada porsi dan karakternya, sumpah, pas banget.

Hanya saja dalam ceritanya, plotnya terlalu sederhana, ga ada yang bisa diharapkan lebih, maksudnya ya ceritanya gimana ya,konflik yang mudah diprediksi dan buat saya pribadi, seperti kurang maksimal untuk menggambarkan perasaan yang timbul setelah konflik itu hadir, saya butuh banyak klimaks didalamnya, tapi anehnya ketika saya nonton diapit oleh dua wanita kanan dan kiri, keduanya sedang mewek mingsek mingsek sambil sesenggukan, saya merasa bahwa saya mungkin satu2nya yang ga bisa mencapai level perasaan itu. Mungkin karna wanita yang lebih mengerti atas perjuangan melahirkan? atau mungkin wanita memahami dan merasakan betul dari tiap bait bait dalam film itu, its like so related to the real life for them, maybe.

Kecepatan ceritanya campur aduk, ada yang dipercepat mendadak ini lagi kuliah apa masih sekolah, ga bisa menggapai lagi diwaktu mana, lalu disaat bebera menit berikutnya muncul cerita yang lambat, berusaha menggambarkan perasaan yang diaduk aduk, but not really hit it. Dan saya rasakan betul diawal, yang mendadak udah sampai kesitu arahnya,padahal, saya bisa melihat potensi scene scene lucu yang akan mereka buat dari "bahagianya" mencintai jaman jaman masih sekolah. Seandainya potensi ini lebih dikembangkan diawal, jadi ga langsung jump to the scene where dua garis biru itu muncul, ada proses pdkt, jaman lagi cinta cintaan, sampai ke tahap itu, saya rasa akan menarik.

Saya sarankan kalo jadi cerita pendek kayanya bagus banget dah, 100 buat mereka. Tapi secara utuh ceritanya belum maksimal untuk menggambarkan perasaan masing masing dan detail ceritanya, need more detail in several aspect.

Dari segi soundtracknya, masuk banget lah buat playlist di perjalanan, bagus bagus banget, indie indie sendu gimana gitu.

oya, satu hal, sumpah akting mereka layak menjuarai berbagai ajang penghargaan, nangis kalo udah netes itu susah banget bro-sist, aktor aktor indonesia itu jarang yang bisa nangis deres kek gitu. damn

 Satu lagi deh, Angga Yunanda itu sebenarnya ga dekil, itu emang make up untuk menggambarkan latar belakang bima yang berasal dari keluarga sederhana.


Spoiler Alert
Menggambarkan keadaan realita sekitar yang tergambar nyata antara keluarga dara dan keluarga bima yang sangat berbeda. Sangat brilian. Bima yang cenderung datang dari keluarga tidak mampu, dengan keadaan dekil, dan cukup manis berhasil memikat hati dara yang masih muda, tercantik dikelas, dan dengan suara suara lucunya, karna sebagaimana usia mereka pada umumnya di sma, baru seumur jagung mengenal cinta, sungguh indah emang cinta jaman sma. Sedangkan dara, berada dalam keluarga yang mampu, ketimpangan yang timbul dalam konflik benar benar diaduk dalam satu klimaks dimana dara positif dua garis biru (hamil). Pada titik ini, saya merasakan konfliknya ketika dara keceplosan gara gara kepentok bola bilang "sakit banget ini gimana bayinya" langsung teman temannya yang berusaha menolong dara histeris "hiiiiiyaaaaa" (keknya ga gitu sih kagetnya, tp yasudah lah)

hmmmm BAAAAM

lalu kedua kedua orang tuanya didatangkan oleh kepala sekolah untuk menjelaskan pemasalahan yang terjadi, banyak yang mengatakan bahwa adegan didalam uks itu bener bener brilliant. setuju banget, adegan seret menyeret semua konflik tumpah menyeruah didalam uks, semua keluar karakter karakter tiap masing masing aktor dan berperan sebagaimana mestinya. Sumpah, kalo ada temen saya yang hamil,saya bisa prediksi kalo adegannya hampir kurang lebih mirip seperti yang ada di adegan film tersebut.

Dari sisi detail cerita ini bener2 bagus banget sih menurutku, dari bagaimana orang tua dara memandang bima yang menjadi biang kerok, lalu melihat ibunya bima berusaha melindungi anaknya serta ikut memaki bima, dalam keadaan ini, dara, adalah kuncinya.

Ayah dara berusaha meyakinkan dirinya sendiri dan dara bahwa kejadian ini adalah bentuk paksaan, karna pada jaman sekarang ini, konteksnya bisa saja laki-lakinya, atau teman dekatnya itu berusaha untuk menyalurkan hasratnya dengan bentuk sedikit paksaan, edukasi memang sangat penting karna jika sang wanita tidak mau melakukan hubungan sex dan hubungan spesial (pacaran) ini memaksa untuk melakukan dengan atas dasar cinta, bisa dikatakan itu masuk kategori kriminal loh. Pada saat ini, ayah dara, dengan karakter yang saya rasa mempunyai wawasan itu, berusaha untuk menanyakan dara dengan tegas, "kamu dipaksa kan?" , saya rasa, gak semua scriptwriter akan mampu menulis sedetail ini kalo ga berdasarkan pengalaman pribadi atau memang dia genius.

Ketika ayah dara menanyakan dengan tegas "ayo ngomong aja, kamu dipaksa kan sama bima? kamu dipaksa kan dara?"

at the momment, Dara menatap bima dari kejauhan dan berteriak "Aku tuh sayang sama bima"

Dalam konteks ini, orang tua dara tak bisa berbuat banyak kecuali berusaha untuk memahami segala kondisi, ibunya, selain merasa gagal mendidik anaknya dan malu dengan apa yang terjadi. Hanya marah yang bisa dilakukan dan meluapkan pada dara dan memuncak mengatakan "mulai sekarang kamu jangan pulang ke rumah"

the best scene memang adegan di UKS, sisanya, butuh proses pen-detail-an lebih lanjut.

Pesan Moral
Edukasi itu penting, bukan sekedar untuk mengajarkan mereka bertindak preventif dengan having sex is okay as long as pakai kondom, bukan. it's more than that. Saya rasa dengan jaman modern seperti sekarang dengan akses internet yang mudah digunakan dengan genggaman membuat kita lebih memudahkan mengakses hal hal yang tabu dan tidak bisa dihindarkan lagi. Tindakan preventif itu bukan mencegah dan mengekang, tetapi lebih tepat dengan komunikasi dan diskusi, dalam hal ini, penyesalan yang muncul ditunjukan dengan adegan dimana ibu bima yang sedang membungkus pesanan kue pada malam hari dan ada bima yang sedang berada disampingnya ikut menemani ibunya sambil bercerita mengenai apa yang terjadi sebelumnya, pesan yang saya tangkap "coba saja kita lebih sering ngobrol seperti ini ya bim". Pada konteks ini, banyak sekali orang tua yang lebih mementingkan pekerjaannya atau kesibukannya sedangkan seorang anak sedang membutuhkan sebuah perhatian dalam level tertentu, tidak terlalu mengekang, tetapi lebih kepada open discussion. Kadang, orang tua enggan membuka sebuah diskusi dengan anaknya karna mereka cenderung akan berlawanan dan terdengar menggurui. Sulit, tetapi edukasi lah yang tepat untuk memberikan batasan batasan dan petunjuk pada anak anaknya dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada.

Comments