Kegagalan Timnas yang gitu-gitu aja
Tidak lolos
ke fase knockout AFF Suzuki Cup rasanya
sudah jadi hal yang “biasa” bagi Indonesia kali ini. Setelah mengemas kekalahan
telak 4-0 dengan Filipina, hal ini bukan lagi menjadi tolak ukur kemunduruan
sepak bola Indonesia tapi sudah jadi tren timnas untuk mengapresiasi pemain
sudah memberikan yang terbaik. Klise macam apa ini. Alfred reidl sudah
buka-bukaan soal alasan dirinya gagal sampai final, alasan pertama adalah
gagalnya PSSI membentuk liga yang kompetitif dalam negerinya sehingga membuat
pemain-pemain kurang jam terbang untuk bertanding. Bukan hanya itu, Alfred
beralasan bahwa kegagalan masa lalu bukan hanya karena kesalahan dalam meracik
taktik tapi memang bobroknya pemimpin bangsa ini mengemban amanah.
Hasil
imbang yang diraih Indonesia saat menjamu tuan rumah tergolong sedikit
mengalami keberuntungan, pasalnya dua gol blunder yang didapat Indonesia jelas
menunjukan ketidak efektifan permainan Indonesia sejak awal laga berjalan. Gol
Zulham Zamrun yang berawal dari bek Vietnam yang gagal mengantisipasi bola
lambung, dan gol kedua dari tendangan spekulasi samsul arif yang berbuntut
blunder kiper Vietnam. Berkaca dari pertandingan ini bukan lagi hal yang tabu
jika Indonesia kalah telak dari Filipina. Kurangnya kreatifitas bermain membuat
permainan timnas tidak tahu ingin dibawa kemana.
Kurangnya
persiapan
Alasan yang
paling klise dari para staff, pemain, pelatih, sampai pimpinan PSSI yang
notabene bertanggung jawab dan wajib malu justru mengatakan bahwa persiapan
yang terlalu mepet menjadi alasan untuk gagalnya timnas kali ini. Sepertinya
hal ini sudah tidak asing lagi didengar oleh kalangan masyarakat Indonesia
mengenai kegagalan – kegagalan selama ini terjadi di timnas indonesia. Alibi paling mantep nih soal persiapan dah pokoknya kalo ngga sampai berbulan-bulan itu ngga persiapan matang namanya.
Kompetisi
domesik
Yah miris kadang-kadang kalo ngikutin perkembangan sepak bola indonesia. Mafia dimana-mana, sepakbola gajah, kurangnya dukungan sponsor, ngga bisa bikin merchendise, tawuran antar suporter, dan masih banyak lagi masalah-masalah yang ngga bisa diselesaikan dengan ditonton aja. Liga super
Indonesia musim ini dihelat dengan pembagian grup liga dan dilanjut dengan fase
knock-out yang mempertemukan 4 peringkat teratas dimasing-masing grup. Sudah tidak kompetitifnya pertandingan domestik, sekarang dikurangi jumlah pertandingannya. Makin hancur sudah, apalagi semakin maraknya wasit yang udah ngga jujur untuk memimpin keadilan di tengah lapangan. Bisa dicek kok berapa gol pinalti babak kedua yang menghasilkan kemenangan tim tuan rumah. Bisa dibayangkan kan, hal ini udah ngga sehat buat main kompetisi. Bagaimana mau cetak pemain kalo permainannya aja diatur.
Menpora
sebut pemain kurang spirit
Dari satu
sisi saya setuju karena tak seperti AFF 2010 lalu yang mencapai antusias dari
segala kalangan bahkan sampai infotainment ikut-ikutan nayangin berita timnas. Absurd. Tapi Euphoria ini mendadak
tenggelam setelah kegagalan dramatis dari tetangganya sendiri Malaysia. Saya
rasa pemain juga manusia, bukan robot. Ketika kompetisi di Indonesia digelar
2010 lalu Indonesia dijanjikan ini itu untuk timnas bisa menjadi juara pertama
kalinya. Pantas saja para pemain makin sumringah mendengarnya, apalagi bermain
dikandang sendiri dengan puluhan ribu pasang mata meneriakkan mereka dan
mengelu-elukan para pahlawan bangsa. Sudah sepantasnya, pemain sendiri pun untuk level profesionalitasnya masih rendah dibandingkan dengan kompetisi yang lain, sering nunggak gaji, bahkan sampai tak dibayar-bayar 6 bulan. Kita bukan kurang perhatian, tapi kualitas pemimpin lah yang menentukan kebijakan atas semua kejadian-kejadian ini. Pemain saya rasa adalah korban kejahatan yang menimpa sepak bola indonesia. Laknatlah orang yang cari duit di PSSI !
Comments
keep posting mas amar.. ane jadi pembaca setia blog ente dah :))